Saya membuka pintu tenda yang menghadap danau. Sekian detik menengadah, melihat langit malam itu. Ketika membalikkan badan dan berseru, “Ayo, rek, metu ngopi karo ndelok bintang!” Ade, Oki, dan Rizky sudah terlelap di balik kehangatan sleeping bag.
Ajakan saya untuk ngopi di luar dan melihat bintang berbalas dengkuran. Setelah membantu menyiapkan makan malam, keduanya jelas kelelahan setelah turun dari puncak Mahameru siang tadi. Bersama dua belas teman yang juga sudah terlelap di dua tenda sebelah.
Tenda kami malam itu agak berantakan, karena jadi dapur umum. Kami kebagian tugas memasak. Saya bergegas merapikan bahan dan peralatannya. Sebagian dimasukkan ke tenda, sebagian dirapikan di teras tenda.
Setelah memakai jaket, saya ke luar tenda. Perlahan melangkah dengan memanggul tas pinggang berisi kamera dan menenteng sebuah tripod. Setelah menutup pintu tenda, saya kembali menengadah sesaat.
* * *
Pukul 15.55. Sudah satu setengah jam kami berjalan dari Kalimati. Dua pertiga perjalanan menuju Ranu Kumbolo. Sebagai sweeper, saya menjadi yang terakhir tiba di perbatasan pintu hutan Cemoro Kandang dan sabana Oro-oro Ombo.
Teman-teman setim lebih dulu tiba dan sedang istirahat beralas rumput. Tampak raut lelah dan gembira bercampur menjadi satu di wajah mereka. Raut kelegaan usai mencium tanah berdebu di puncak Mahameru.
Sejatinya istirahat di bawah naungan cemara gunung, dengan semilir angin sore yang menghapus peluh, menggoda untuk duduk berlama-lama. Namun, saya tak ingin membuang waktu. Ranu Kumbolo sudah dekat. Mumpung belum gelap.
Saya segera bangkit. Menata setelan tas ransel, menepuk-nepuk jejak debu di celana pendek hitam yang saya pakai. “Jalan lagi, yuk!” Saya berseru.
Selanjutnya giliran saya yang memimpin sepertiga akhir perjalanan menuju tempat berkemah malam ini. Fisik saya masih cukup bugar, karena tidak sampai ke puncak. Saat subuh saya harus menemani turun Anggrek yang kelelahan, dan Subhan yang sedikit cedera di pergelangan kakinya.
Kami menyusuri jalan setapak di tengah gulma Verbena brasiliensis yang berbunga keunguan saat itu, di pengujung Mei 2014. Kemudian setelah melipir bukit, tak sampai 20 menit, kami tiba di celah bukit. Ujung dari Tanjakan Cinta.

Memandang Oro-oro Ombo sekilas, sebelum turun ke perkemahan Ranu Kumbolo. Tampak Gunung Semeru menyembul di balik Gunung Kepolo.
Saya, bersama Oki dan Rizky yang juga membawa tenda, bergegas turun menuju areal perkemahan yang berjarak tak sampai lima menit melangkahkan kaki. Tak jauh dari prasasti Mpu Kameswara yang keramat bagi suku Tengger itu, kami mendirikan tiga buah tenda. Berderet dari utara ke selatan. Berjarak sekitar 10 meter dari tepi danau.
Petang itu, rasanya embusan napas kami seputih halimun yang melayang di Ranu Kumbolo. Angin mulai terasa menusuk kulit. Rona jingga yang sempat terlukis di langit memudar. Malam pun datang. Kerlip bintang perlahan menampakkan diri. Saya memiliki firasat bagus tentang malam ini.
Teman-teman langsung tidur seusai makan malam. Memulihkan fisik dan mental usai berjuang menapaki jalur berpasir menuju puncak. Tinggal saya yang masih terjaga. Saya memiliki rencana, yang dalam benak saya seperti bersuara: aku harus melakukan ini!
* * *
Sekian detik saya memandang cakrawala. Rasanya, langit tengah bergembira malam itu.
Dengan langkah terseok karena kerap menengadah, saya berjalan menjauhi tenda-tenda itu. Saya berhenti dan berjongkok di pinggir jalan setapak Tanjakan Cinta. Di atas rumput yang basah, saya mendirikan tripod dan menaruh kamera di kepalanya. Berteman gelap dan dingin, saya mencoba mengabadikan malam ini dalam bingkai lensa.

Ranu Kumbolo di malam yang cerah
Saya melihat Ranu Kumbolo begitu hidup. Terlihat tenda-tenda seperti bercahaya, disorot lampu senter para pendaki yang lalu-lalang. Sayup suara pendaki masih terdengar, meski samar.
Selebihnya, adalah suara sabda alam. Gemercik air ranu, embusan angin yang menggoyangkan rerumputan dan ranting pepohonan. Bahkan gemintang pun mungkin bersuara dalam pergerakannya. Sesaat saya berimajinasi tentang perjalanan Mpu Kameswara ke tempat suci ini. Mungkin tak terkatakan, suasana malam yang jauh lebih syahdu saat itu.
Saya sempat berpaling ke belakang. Melihat siluet celah bukit di ujung Tanjakan Cinta. Gurat pepohonan menukik mengikuti kontur tanah. Di atasnya, bintang-bintang menyemut. Seolah-olah menyentuh pucuk pepohonan cemara gunung.

Gemintang di atas Tanjakan Cinta
Saya menyaksikan pemandangan malam seperti ini saat pendakian Semeru pada November 2012. Namun, kamera yang dibawa saat itu kurang memadai untuk mengabadikannya. Kala itu, hanya tutur cerita dari mulut saya bagi mereka yang bertanya, tentang bagaimana melalui malam yang cerah di tempat yang indah.
Kini saya bisa menyimpan fotonya. Memberikan pengalaman berkesan dan tak terlupakan. Sekaligus mengajak saya untuk kembali ke sana.
Rasa ingin berlena-lena lebih lama harus saya sudahi. Sebelum malam kian larut. Hari esok masih cukup panjang untuk perjalanan pulang.
Saya membereskan tripod dan kamera. Kembali ke tenda, menyusul Ade dan Rizky yang sepertinya sudah melangkah jauh di alam mimpi. Tiba-tiba saya ingin melantunkan sajak dari Kahlil Gibran:
Aku datang wahai sang malam, aku pandang wahai kau bulan.
Kuhitung berjuta gugusan bintang,
Perlahan kupejamkan mata, ingin kutemui engkau dalam gulita.
Terkadang aku menulis rindu di sela bintang-bintang, sampai malam jemu melihatku,
Biarlah, biarkan aku seperti ini, karena jika aku berhenti, aku akan menangis di bawah bayanganmu.
Foto sampul:
Oro-oro Ombo, sabana luas di antara Ranu Kumbolo dengan Cemoro Kandang
Potonya cakep pake bangeet. Benar2 keren
SukaSuka
Maturnuwun mas, alhamdulillah alam lagi bersahabat waktu itu…
SukaSuka
bacanya bikin merinding
diksimu tambah cakep qy, sumpah..
lanjut dah, bikin buku 🙂
SukaSuka
Tulisanmu juga mas 🙂 , masih belajar dan mari sama2 berdoa supaya bisa berkarya lebih 🙂
SukaSuka
Keren banget tulisannya Mas, ini sampai tak tahu harus bilang apa :hihi. Pilihan katanya membuat hati lumer!
Dan fotonya betul-betul mencekatkan napas. Ketika langit malam tak selamanya hitam dengan pendar bintangnya, yang membuat bayangan dunialah yang sejatinya menggelapkan. Haduh, astrofotografi!
SukaSuka
Alhamdulillah, terima kasih Mas, entahlah Mas, suasana malam saat itu di Ranu Kumbolo memang benar2 tengah syahdu, karena itulah kesan yang saya dapatkan. Hanya beruntung saja bintang lagi berbaik hati malam itu 🙂
SukaSuka
baca di posting yang ini dan sebelum-sebelumnya, jadi tambah pengen ke semeru mas. Puncak Mahameru, Ranukumbolo, dan Ranupani. Bukan hanya keindahan langit malam sejuta bintang dan sunrise Ranukumbolo. tetapi bagaimana kehidupan masyarakat di Ranupani. Subhanallah indah sekali ciptaan-Nya.
SukaSuka
Alhamdulillah, syukurlah kalau jadi termotivasi, yang penting jangan lupa bertanggung jawab dan konsekuen sama kebersihan lingkungan dan menjaga kelestarian alam rayanya ya 🙂
SukaSuka
FOTONYA BIKIN SPEECHLESS!!! *capslock jebol* *nggak santai*
SukaSuka
Aduh, saya gak bertanggung jawab sama jebolnya keyboardnya ya Mas 😀
SukaSuka
Mas.. Fix Mas aku ngefans ma kamu Mas Rifqy..
Boleh donk jadi fans setiamu.. uuwuwuwuwuwuw..
SukaSuka
Wah, jadi terharu saya hahaha. Dibaca saja saya sudah seneng banget kok, maturnuwun yaa, semoga kita tak henti saling belajar dan berbagi 🙂
SukaSuka
saya anggap ini sebagai “inspirasi” tulisan perdana saya.. hehe..
SukaSuka
Ah, Mas Rendra! Terima kasih yaa, semangat menulis dan berbagi! 🙂
SukaSuka
Selalu suka dgn gaya berceritanya..pilihan kata.rangkaian kalimat
SukaSuka
Terima kasih Mas, semoga bisa konsisten 🙂
SukaSuka
Foto gemintangnya keren abis, tulisan di blog ini coba sampeyan kumpulin, kl kira udah ada min 80 lembar, trus sodorin ke penerbit. Pasti laris… (y)
SukaSuka
Saya pernah coba seperti itu Mas, namun namanya juga tergesa dan tidak fokus, alhasil ditolak hehehe. Sedang mengumpulkan semangat menyusun naskah Mas, mohon doanya, maturnuwun 🙂
SukaSuka
Ranu Kumbala, malam gelap, tenda dan bintang-bintang di langit. Apa ya yang bisa menggambarkan tempat ini selain indah? Menawan….
SukaSuka
Kalau saya ditanya begitu, saya tidak bisa menjawab padanan kata dari indah Bu 🙂
SukaSuka
dan benar saja, setiap malam yang penuh ketenangan, keheningan, ada semacam keinginan untuk menulis kalimat lenih mendalam. Aku oernah merasakan ketika menjadi seorang penikmat malam sendirian bertemankan bintang 😀
SukaSuka
Bener ya Mas, memberikan inspirasi membuncah. Nah, rasanya gimana gitu ya hehehe
SukaSuka
Haaaa, benar, mas. Jadi lebih terasa banget setiap kalimatnya 🙂
SukaSuka
ngebayangin lagi ngelamun liatin bintang, trus dengerin Rifqy cerita langsung….kayaknya syahdu banget. Eh tapi kan Rifqy medok ngomongnya… gak cocok…. *gagal syahdu* *digetok* x))))
SukaSuka
Hahaha, iya Mbak jangan, saya medok kulonan 😀
SukaSuka
Agak heran melihat nama saya sudah ada di atas sana tapi tulisan ini baru muncul di reader. Republish-kah?
Mas, ceritakan soal perjalanan Mpu Kameswara di sana dong :hehe, penasaran soalnya #request. Memang setiap Mpu pasti me-wanaprastha tapi pasti yang ini punya cerita ajaibnya sendiri :hehe. Dan, bintangnya itu yaaa. Saya pengen telentang di sana terus bercerita soal legenda rasi bintang. Tentang Orion, Pleiades, Sagittarius… ah, menggetarkan.
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul Mas, ini re-publish, menambahkan sedikit detail karena merasa tulisan lama ada yang kurang hehehe.
Nah, kalau soal Mpu Kameswara rasanya perlu saya riset literatur terlebih dahulu Mas hehehe, karena di Ranu Kumbolo masih berupa prasasti.
Bintaaaang 😀
SukaSuka
Eh kok notifikasi komentar Mas Rifqy hilang lagi nih :hehe :peace.
Baiklaah, saya juga mau coba googling prasastinya dulu :hihi, sepertinya menarik!
Bintaaaang :haha *ikutan*.
SukaSuka
Hahaha, selamat bergoogling ria Mas. 😀
SukaSuka
Keren nih, kangen juga ngecamp di Ranu Kumbolo. Tapi kalau disuruh naik sampai puncak mungkin mikir lagi ya haha
SukaSuka
Hahaha, Iya Mbak, sampai Ranu Kumbolo saja cukup dah 😀
SukaSuka
Selalu suka baca postinganmu Qy, puitis bahasa dan gambarnya. Jadi sudah berapa kali bolak balik ke Semeru?
SukaSuka
Terima kasih Mas, semoga konsisten 🙂
Secara keseluruhan, terakhir ke sana akhir Mei 2014 itu kali kelima Mas 😀
SukaSuka
Foto-foto memukau, narasinya menggetarkan, ayo nulis novel mas rifqy 🙂
SukaSuka
Kalau tidak keberatan, saya ingin berguru kepada njenegan Mbak Dewi, 🙂
SukaSuka
Panggil saya Rifqy saja Mas, saya masih muda banget belum seperempat abad hahaha.
Ah, selamat mendaki tahun depan Mas, semoga Semeru masih bersahabat bagi tamu-tamunya, terima kasih atas apresiasinya 🙂
SukaSuka
Ranukumbolo, nggak ada bosanya meski beberapa kali kesini..kangen dinginya
SukaSuka
Fotonya mengugah tulisannya inspiratif. Keren mas 🙂
SukaSuka
Terima kasih Mbak 🙂
SukaSuka
subhanallah …. indah sekali bintang2 itu ….
seumur umur saya hanya baru sekali ngalamin langit seperti itu .. itu juga sudah 20-an tahun yang lalu .. tapi selalu terkenang … ceileee ..
SukaSuka
Itu pemandangan bintangnya bagus banget..
SukaSuka
Bersyukur sekali cuaca sangat cerah saat itu 🙂
SukaSuka
Salam kenal Mas Rifqy..
Rencana 2 minggu lagi saya pengen ke Ranu Kumbolo, bawa mobil sendiri dari Jogja. Kira2 mas Rifqy bisa kasih gambaran gak ya dimana saya bisa nitip mobil yang aman di sekitar Pasar Tumpang, mengingat beberapa rekan tidak rekomen kalo mobil pribadi sampai Ranupani.
Terimakasih sebelumnya Mas..
SukaSuka
Salam kenal 🙂
Lebih baik menitipkan mobil di rumah pemilik transportasi jeep yang nantinya mau digunakan jasanya 🙂
SukaSuka
Mas ajarin dong ngambil foto seperti ini. Gilaaa keren habis, nga foto nya juga tulisannya. Aku larut didalam kisahmu mas.
SukaSuka
Foto yang bintang Mbak? Kalau pakai DSLR/Mirrorless, teori sederhananya: taruh kamera di atas tripod, set diafragma besar kisaran f/3.5, shutter speed 30 detik, dan ISO sekitar 1600, sorot fokus manual ke objek foreground kayak tenda, pohon, atau bukit. Klik shutter deh 🙂
Terima kasih Mbak 🙂
SukaSuka
Tulisan karo foto ne iki sungguh …… ahhh embohlah. Berasa baca National geographic. Sesok, nek ketemu aku ajarin nulis yo…
SukaDisukai oleh 1 orang
Walaaaaah sek adoh mbaaaak. Huhuhu, kalah jam terbang ketimbang sampean 😀
SukaSuka
Ahelahhh Masqy, jadi kangen Ranu Kumbolo 😦
SukaDisukai oleh 1 orang
Saamaaa 😦
SukaSuka
Selalu asik baca tulisanmu mas rifqy. Kosa kata yang berkelas.
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih, dulur 😊
SukaSuka