Menjawab Rindu di Merbabu

Pemandangan Gunung Merapi saat pagi. Dipotret dari Pos 3 Dampo Awang Jalur Suwanting.

Mendaki lintas jalur adalah ide gila. Ini gara-gara akumulasi keinginan yang lama terpendam. Menuntaskan rindu dan penasaran pada ketinggian. Jawaban atas itu ada di Merbabu.

Geliat pagi terlihat di Dusun Suwanting, Magelang. Permukiman berhawa sejuk di ketinggian 1.350 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kabut yang turun tak menyurutkan para petani. Mereka tetap hilir mudik di ladang-ladang sayur yang subur. Ada kubis, tomat, dan lain-lain.

Sementara di ujung dusun, kami singgah di rumah Udin. Salah seorang warga yang menyediakan tempat singgah pendaki. Di sana kami menyarap dan mengecek ulang perlengkapan pendakian.

Ketika jam dinding menunjukkan pukul 08.30, saya pergi sejenak. Disusul Aan, kami berjalan menuju sebuah rumah. Lokasinya di bawah. Tak sampai 50 meter ke arah pos perizinan pendakian. Menuruni jalan kampung yang cukup curam. Kami menemui Hosea Mulyanto Nugroho. Saya sudah janjian lewat pesan singkat sehari sebelumnya.

Bersama Pak Ambon dan anak keduanya di kediaman beliau (Dipotret oleh Mas Aan)
Bersama Pak Ambon dan anak keduanya di kediaman beliau (Dipotret oleh Mas Aan)

Pak Ambon, sapaan akrabnya, menjelaskan kepada kami tentang jalur pendakian Suwanting. Kami berlima belum pernah lewat jalur ini. Berbekal peta dan informasi darinya, kami berharap mendapat gambaran yang jelas: kondisi trek, ketersediaan air, vegetasi yang tumbuh, dan data lainnya. Ditambah peringatan penting: agar selalu menjaga kebersihan lingkungan.

Suwanting termasuk baru dibandingkan jalur resmi yang lain: Tekelan, Cuntel, Wekas, dan Selo. Dibuka untuk umum pada 2015, rute terpendek ke puncak Merbabu ini disambut antusiasme luar biasa dari para pendaki.

Pemandu gunung yang juga menyediakan transportasi carteran itu menyebut bahwa karakter jalur Suwanting berbeda. “Lintasan Suwanting itu seperti ini,” katanya seraya memperagakan bentuk segitiga lancip dengan kedua tangannya.

Aan mengingatkan saya untuk segera berangkat. Kami berpamitan dengan Pak Ambon. “Hati-hati, ya,” pesannya.

Saya dan Aan kembali naik ke rumah Udin. Menyusul teman-teman yang sudah bersiap memulai pendakian lintas jalur. Naik Suwanting, turun Selo.

 

 

MELANGKAH DI ATAS LEMBAH-LEMBAH
Pukul 9.10 kami mulai mendaki. Trek awal menyusuri jalan beton yang agak menanjak. Di antara ladang sayur. Lumayan untuk pemanasan.

Kami membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk mencapai pintu hutan. Ditandai gapura hijau yang dibangun Taman Nasional Gunung Merbabu. Sebuah papan memuat informasi jalur pendakian terpasang kokoh.

Pendakian sesungguhnya baru dimulai setelah Pos 1 Lembah Lempong (1.558 mdpl). Keluar dari hutan pinus yang menjulang teduh. Berlanjut trek menanjak di antara lembah-lembah bernama.

 

Di suatu punggungan bukit, terpasang plat hijau bertuliskan ‘Lembah Manding’. Jaraknya 20 menit dari Pos 2 Bendera (2.178 mdpl).  Namanya diambil dari pohon yang banyak tumbuh di sana. Manding atau mlanding yang juga disebut lamtoro. Vegetasi lain penyusun ekosistem di lembah tersebut antara lain: senggani (sejenis tumbuhan perdu), uci-uci (beri hutan), pakis hingga pohon puspa.

Berdasarkan peta yang kami bawa, kawasan hutan Lembah Manding ini panjang. Jaraknya sekitar 937 meter sampai Pos Air 3.

Keberadaan air yang ditampung dalam gentong-gentong biru sangat membantu. Airnya dialirkan melalui pipa kecil dan panjang. Sumbernya dari Dampo Awang. Mata air di bukit dekat Pos 3. Tempat ternyaman mendirikan tenda.

 

Tiba-tiba gerimis mulai turun. Rintik-rintik yang dihasilkan kabut. Lama-kelamaan cukup deras. Jalur menjadi agak becek dan licin.

Di tepi jalur pendakian yang sempit, kami berhenti. Bergegas membentangkan flysheet. Kami sepakat untuk istirahat dan berteduh. Sekalian makan siang yang dipesan di rumah Udin. Menunya seporsi nasi, telur dadar, dan sambal.

Sejam berselang, kami melanjutkan pendakian. Meskipun gerimis mereda, tidak dengan jalurnya. Masih tanjakan yang seolah tanpa ujung. Kaki diangkat tinggi-tinggi. Berpegangan pada batu, akar atau batang pohon. Sesekali kami harus mengawai tali tampar lusuh yang terpasang. Membantu menjaga keseimbangan saat bertemu tanjakan yang sulit dan licin.

Tali Tampar disediakan di tanjakan atau turunan yang sulit, karena licin atau curam
Tali Tampar disediakan di tanjakan atau turunan yang sulit, karena licin atau curam

Kawasan Lembah Manding sudah menemui ujung. Tandanya vegetasi mulai terbuka. Berganti ilalang dan pohon-pohon yang meranggas. Persis di atasnya adalah Pos Air 3. Sumber air terakhir. Jeriken dan botol-botol diisi penuh.

Setelah delapan jam berjalan, kami tiba di tempat berkemah. Pos 3 Dampo Awang (2.752 mdpl) ini berupa dataran luas dan cukup terbuka. Tanaman edelweiss tumbuh tersebar. Kami mendirikan tenda di sekitar pohon, agar terlindung dari angin kencang.

Pemandangan khas senja terhalang awan tebal. Hanya sedikit garis kemerahan di ufuk barat. Dari arah berlawanan, Merapi terlihat jelas. Bintang-bintang sempat menyemut saat malam. Lalu halimun kembali menyelimuti. Suasana yang mendukung untuk bergegas tidur usai makan malam.

MENUJU PUNCAK MERBABU
Hari kedua, pukul 8.30, kami kelar berkemas. Bekal nasi telah siap untuk rencana makan siang di Pos 5 jalur Selo. Atau biasa disebut Sabana 2.

Untuk turun lewat jalur Selo, harus menuju puncak Merbabu terlebih dahulu. Tidak mudah. Beban justru bertambah. Saya mendapat jatah tambahan membawa jeriken 5 liter berisi air.

Kami disambut dengan tanjakan dari Pos 3. Mulanya teduh karena masih ada pepohonan. Selanjutnya vegetasi kayu-kayuan tumbuh jarang. Kami mulai menyusuri tanjakan berdebu. Membelah sabana hijau. Hanya beberapa pohon puspa yang tumbuh. Sisanya adalah padang rumput luas dan terbuka. Saya teringat ucapan Pak Ambon, selain air, nilai plus jalur Suwanting adalah sabananya. Kami membuktikannya.

 

Meskipun napas tersengal, pemandangan di belakang kami seakan memompa semangat: Gunung Merapi, serta Sindoro dan Sumbing di kejauhan. Pun gulungan awan melayang. Memberi kabut di Lembah Manding. Sementara angin berembus kencang menggoyangkan rerumputan. Matahari bersinar terik. Topi dan baju lengan panjang wajib dipakai agar kulit tidak terbakar.

Setelah berjalan hampir 3,5 jam dari Pos 3 Dampo Awang, kami berlima menginjakkan kaki di puncak Triangulasi (3.142 mdpl). Tanah tertinggi Gunung Merbabu. Di sinilah pertemuan jalur Suwanting dengan Selo, Boyolali. Juga dari Kopeng maupun Wekas.

Kami juga menyempatkan untuk singgah di puncak Kenteng Songo. Di sisi utara Triangulasi. Ketinggiannya hampir sama. Perbedaannya adalah keberadaan kenteng di sana. Bentuknya seperti lumpang. Meski disebut songo, tapi jumlahnya tidak sampai sembilan. Masyarakat setempat menganggapnya keramat.

 

 

SEPERTIGA AKHIR PERJALANAN
Kami melanjutkan pendakian setelah makan siang. Dari Sabana 2. Menyelesaikan sepertiga akhir perjalanan. Saatnya pulang.

Jalur Selo ini panjang. Trek dari puncak, melewati dua sabana, hingga Pos 2 Pandean (2.412 mdpl) didominasi turunan. Kemudian cenderung datar dan landai sampai di basecamp atau kantor taman nasional (1.834 mdpl)  Titik awal pendakian. Jaraknya sekitar 2,7 kilometer. Tanahnya liat. Akan licin saat hujan, karena menjadi aliran air.

Trek datar di sektar Pos 4 atau Sabana 1 jalur Selo
Trek datar di sektar Pos 4 atau Sabana 1 jalur Selo

Langit menggelap kala kami meninggalkan Pos 1 Dok Malang (2.189 mdpl). Magrib berlalu. Trek masih datar dan panjang. Mendekati akhir pendakian, vegetasi berganti hutan pinus dan ilalang.

Setelah berjalan kurang lebih 10 jam dari Pos 3 jalur Suwanting, kami tiba di pos perizinan jalur Selo. Aan bergegas melapor kedatangan kami ke petugas jaga.

Senin malam itu rupanya masih banyak yang akan mendaki. Puncaknya sehari sebelumnya. Hari Minggu. “Katanya, hampir 1.600 orang yang naik,” kata Aan setelah mengkonfirmasi pada petugas.

Sambil menunggu pesanan bakso yang diidamkan sejak dari puncak, saya menghampiri teman-teman. Saling bersalaman. Mengucap selamat dan syukur.

Kami merasa kembali waras. Lega rasanya rindu sudah dituntaskan. Terjawab dalam napas memburu dan peluh yang jatuh. Di atas sabana-sabana hijau. Di antara lembah yang terjal dan melandai. (*)

 

Tulisan ini dimuat dalam rubrik Adventure, Xpress Air inflight magazine edisi Juli-Agustus 2018, dengan penambahan beberapa foto untuk melengkapi informasi visual.


Foto sampul:
Pemandangan Gunung Merapi saat pagi. Dipotret dari Pos 3 Dampo Awang Jalur Suwanting.

Informasi tambahan:
Basecamp pendakian jalur Suwanting atau Selo dapat dicapai dari kota Yogyakarta. Pihak basecamp melayani fasilitas jemput dan antar dari bandara, stasiun atau terminal dengan tarif yang disepakati. Xpress Air melayani penerbangan ke Yogyakarta dari Bandung, Palembang, Pontianak, dan Kuching (Malaysia).

49 tanggapan untuk “Menjawab Rindu di Merbabu”

  1. Joss. Temen kantorku jumat kemarin baru saja cerita pengalaman pertama dia mendaki gunung, di Merbabu, lewat Suwanting, yang menurut beberapa informasi lebih kejam dibanding Selo.
    Duh rindu diterpa dinginnya bayu di gunung :”(

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya, memang lebih kejam ahahah. Mirip-mirip jalur Wekas, kalau kata Mas Fadli.

      Sungguh rindu? 😀 😛

      Disukai oleh 1 orang

  2. kangen merbabu, sabana paling keren yang pernah saya lihat, merbabu salam dari aku yang sudah 3 tahun tak menyapamu lagi

    Disukai oleh 1 orang

    1. Piye piye, rep diagendakke tah?
      Aku loh wes siap hahahhahaha.

      Disukai oleh 1 orang

    2. Hmmm hmmm hmmm… Temani aku ke Sumbing dulu 😦

      Suka

  3. Sedap tulisannya, Oom. Terakhir menyapa Merbabu 2 tahun lalu lewat jalur Wekas. Semoga diberi umur panjang biar bisa nyoba jalur “sinting”nya Suwanting.

    Salam.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Terima kasih, Mas. Mas Fadli yang ikut dalam pendakian kali ini sebelumnya pernah ke Merbabu lewat Wekas. Katanya, gak jauh beda dengan Suwanting.

      Disukai oleh 1 orang

      1. Waah berarti memang perlu nyoba lewat Suwanting nih 🙂

        Disukai oleh 1 orang

  4. penasaran sama pohon uci uci hahaa..
    itu sabana masyaallaah ya…

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha, namanya mbak ya hehe. Coba ke sana, nanti ketemu 😀

      Iya, luas banget sabananya 🙂

      Suka

  5. Tulisannya JEMPOOOL. Eh maksudnya tulisannya luar biasa maknyus bikin ikut mendaki juga hahaha. Akyu nyerah 😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Terima kasih, mbak. Hahaha, jangan menyerah, jangan menyerah *D’massiv* 😂😂😂

      Suka

  6. Jadi berapa waktu total yang dibutuhkan untuk naik Merbavu via Suwanting dan turun di Selo Qy?

    Ngomong-ngomong, pemandangannya kereeeeen!

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ini asumsi jalan santai di luar waktu camping ya mas:
      Suwanting-puncak merbabu: 10-11 jam.
      Puncak merbabu-selo: 4-5 jam.

      Disukai oleh 1 orang

      1. Siip, berarti 2 sampai 3 hari beres ya Qy?

        Disukai oleh 1 orang

        1. Yap. Mau nyaman 3 hari 2 malam mas.

          Disukai oleh 1 orang

  7. Q, uci-uci itu semacam strawberry liar bukan? Yang ada di poto postingan blog terbaruku.

    Btw terima kasih sudah mendongeng dengan baik, ku jadi merasa turut mendaki juga.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Yap! Kalau pak Ambon nyebutnya beri hutan.

      Terima kasih kembali, mbak 🙂

      Suka

  8. Ah sial jadi keinget lagi penakianku pas ke Merbabu beberapa tahun yang lalu.
    merbabu emang bikin rindu

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha. Nostalgia, berangkat lagi dong 😉

      Suka

  9. Jarak dari Basecamp Selo ke Basecamp Suwantingnya sendiri jauh nggak mas?
    Sabana yang via Suwanting, masyaallah banget….bikin adem.

    Disukai oleh 1 orang

  10. Baca tulisan ini aku berasa ikut menikmati perjalanannya, nih. Pemandangan yang didapat bener-bener sepadan dengan perjuangan naiknya ya, Mas. Vegetasi sepanjang jalur pendakian cukup padat kah? Ada trek sulit kayak memanjat akar-akar pohon juga? Seperti Gunung Sibuatan, gunung tertinggi di Sumatera Utara.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya mbak Molly. Vegetasi tidak terlalu rapat, karena posisi jalur hampir seluruhnya berada di punggungan bukit. Tapi cukup bisa melihat beberapa vegetasi beragam, seperti yang saya ceritakan.

      Beberapa titik memang ada yang mengharuskan kami mengangkat kaki tinggi-tinggi, berpijak pada akar karena saking terjalnya hahaha.

      Wah saya penasaran sama gunung-gunung di sana nih hdhe

      Suka

      1. Oh gitu, iya aku perhatiin di foto juga posisi jalurnya banyak di punggung bukit, ya. Jadi ngga harus merangkak-rangkak dan gelantungan di akar pohon.

        Gunung Sibuatan konon termasuk gujung yang treknya mayan sulit, Mas. Karena vegetasinya rapat dan banyak lumut. Aku siy ngga daki gunung, cuma diceritain sama suamiku yang mendaki Sibuatan😀. Bolehlah kapan-kapan menjajal gunung di Sumatera Utara, Mas☺.

        Disukai oleh 1 orang

        1. Iya hahaha. Wah bolehlah sama mas suami ke Sibuatan. Penasaran 😍

          Biasanya kalau rapat dan basah gitu banyak pa mcet 😁

          Suka

          1. Hahahaha siaaap! Kami tunggu di Medan, ya😀. Iya betul, banyak pacet. Beda lagi tantangannya😁.

            Suka

  11. melewati hutan pinus dan keindahan asyiknya

    Disukai oleh 1 orang

  12. melihat foto foto pemandangannya, aku ngiri.
    tapi membaca cerita dan deskripsi perjalanannya, aku ngeri

    Disukai oleh 1 orang

    1. Jadi, proporsi ngiri sama ngeri berapa persen?

      Suka

  13. Keren Pak Dhe! Jadi mingin2i ini mah… #sigh

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha, mbak juga ah ngiming-ngimingi ke Papua huhu

      Suka

  14. Endah Kurnia Wirawati Avatar
    Endah Kurnia Wirawati

    duhh jadi pengen ke Merbabu lagi.
    dulu pas kesana lewat jalur Wekas, namun kena badai, kabut tebal dan angin kencang sehingga pendakian ke puncak urung dilakukan.
    Padahal merbabu ini punya sabana yang keren yaa.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hehehe, berangkat lagi mbak 😃
      Betul, daya pikat Merbabu ada di sabananya 🙂

      Suka

  15. ketika Naik gunung, selain keinginan dan kekuatan diri hal yang menjadi penyemangat adalah pemandangan sekitar.

    Disukai oleh 1 orang

  16. Belum lama ini aku juga dari Merbabu, lewat suwanting juga.
    Hanya saja kurang beruntung, karena hujan dan terkena badai jadi belum sampe puncak.
    Next pengen kembali lagi lewat suwanting 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Memang cuaca di gunung tidak bisa ditebak. Apalagi jalur Suwanting yang seperti itu hehe. Semoga di kesempatan berikutnya cuaca lebih bersahabat ya 🙂

      Suka

  17. Assalamualikum.. masee, boleh minta kontaknya bang ambon… saya butuh carteran mobil dari stasiu tawang sampe bc suwanting… sebelumnya makasih ya mase…

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wa’alaikumsalam. Ini nomornya: 0878-3430-6869

      Suka

  18. Saya pernah mendaki Gunung Merbabu dari Kopeng, kayaknya jalur Suwanting ini jauh lebih indah panoramanya ya……

    Disukai oleh 1 orang

    1. Punya karakter masing-masing sih, Mas. Pemandangan jalur Suwanting baru terbuka di tengah Pos 2 ke Pos 3. Mendekati Pos Mata Air terakhir.

      Suka

  19. keren… selalu suka dengan foto-fotonya mas. Sukses selalu

    Suka

  20. Wah sudah lama nggak ke merbabu, biasanya saya cuman nongkrong aja di basecamp buat ngopi sambil liat sunset.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wah, gak gatel pengin nanjak mas kalau udah di basecamp? hahaha

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.